Tindak Tegas KST Demi Keamanan dan Keberlanjutan Pembangunan Papua
Oleh: Sovia Wenda*
Kelompok Separatis Teroris (KST) di Papua telah lama menjadi sumber konflik dan kekerasan di Bumi Cenderawasih. Mereka sering melakukan serangan terhadap aparat keamanan, warga sipil, serta infrastruktur penting seperti pembangkit listrik, jembatan, dan fasilitas pemerintah lainnya. Beberapa alasan mengapa KST Papua harus ditindak tegas, yakni KST sering melakukan tindakan kekerasan yang melibatkan pembunuhan, penyiksaan, dan penculikan terhadap warga sipil. Hal ini merupakan pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia dan tidak dapat ditoleransi.
Aktivitas KST juga menciptakan ketegangan dan ketidakpastian di wilayah Papua, mengganggu perdamaian dan stabilitas sosial. Konflik bersenjata juga menghambat upaya pemerintah untuk memberikan pelayanan dasar dan pembangunan di daerah tersebut. Serangan KST terhadap infrastruktur kritis seperti jalan, jembatan, dan fasilitas kesehatan serta pendidikan tentu menghambat upaya pembangunan di Papua.
Selanjutnya, kegiatan KST melanggar hukum dan aturan yang berlaku di Indonesia. Tindakan mereka melanggar ketentuan tentang keamanan nasional dan terorisme serta berpotensi merusak kedaulatan negara.
Dalam laporan baru-baru ini, Dansatgas Yonif 133/YS Letkol Inf Andhika Ganessakti mengungkap bahwa KST di Maybrat, Papua Barat Daya, telah melakukan penyerangan di lokasi proyek puskesmas. Motif di balik serangan ini diyakini adalah untuk menghambat proses pembangunan yang sedang berlangsung di daerah tersebut.
Menurut Andhika Ganessakti, KST sengaja melakukan serangan tersebut dengan motif yang cukup jelas, yakni ingin memisahkan diri dari NKRI serta menghambat pembangunan di Kabupaten Maybrat. Serangan ini tidak hanya menimbulkan kerugian fisik, tetapi juga meninggalkan trauma pada sejumlah pekerja proyek.
Andhika juga menekankan bahwa meskipun para pekerja mengalami rasa was-was pasca-serangan tersebut, namun dengan adanya kehadiran Satgas Yonif 133/YS, mereka kembali memperkuat tekad untuk melanjutkan pembangunan puskesmas. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan aparat keamanan dapat memberikan keyakinan bagi masyarakat sipil untuk kembali beraktivitas dengan normal.
Meskipun tidak ada penambahan pasukan di lokasi teror tersebut, tetapi pos penjagaan TNI telah berada di sekitar lokasi proyek pembangunan. Hal ini memberikan jaminan keamanan bagi masyarakat dan para pekerja yang kembali menjalankan aktivitas mereka seperti biasa.
Senada dengan Andhika, Kepala Satgas Humas Damai Ops Cartenz, AKBP Bayu Suseno mengatakan KST Papua beroperasi dalam berbagai bentuk kejahatan seperti penculikan, pemerasan, perdagangan narkoba, dan penyuapan. Mereka juga melakukan intimidasi terhadap masyarakat, pejabat pemerintah atau tokoh masyarakat yang pro-Indonesia serta tidak sepaham dengan tujuan mereka. Dengan demikian, KST Papua telah menciptakan iklim yang tidak kondusif bagi penegakan hukum, peradilan, dan pemerintahan yang efektif di wilayah tersebut.
Terkait serangan sebelumnya di Kampung Ayata, Distrik Aifat Timur Tengah, Maybrat pada tanggal 22 Februari lalu, TNI berhasil menggagalkan aksi KST yang hendak menyerang lokasi proyek puskesmas. Diketahui bahwa anggota KST yang terlibat dalam serangan tersebut merupakan anak buah dari kelompok KST Manfred Fatem.
Untuk menjaga kedamaian, stabilitas, dan keamanan di Papua serta memastikan hak asasi manusia dan pembangunan berkelanjutan bagi warga Papua, pemerintah Indonesia harus bertindak tegas terhadap KST. Sebab, permasalahan utama yang meresap di Papua adalah keberadaan KST yang secara terorganisir menggerakkan aksi kekerasan serta mengancam kedaulatan pemerintahan dan keselamatan warga sipil. Oleh karena itu, penegakan hukum yang tegas dan efektif terhadap KST menjadi imperatif mendesak yang harus dilaksanakan oleh aparat keamanan, khususnya TNI-Polri.
Namun, penanganan terhadap konflik Papua tidak dapat hanya bergantung pada upaya penegakan hukum semata. Keterlibatan aktif dan partisipasi seluruh elemen masyarakat menjadi kunci penting dalam menjaga stabilitas dan kedamaian di wilayah tersebut. Dalam kerangka ini, peran TNI-Polri bukan hanya sebagai penegak hukum, tetapi juga sebagai fasilitator dialog dan pendorong partisipasi masyarakat.
Diperlukan langkah-langkah konkret untuk menangani ancaman yang ditimbulkan oleh KST, termasuk dalam hal penangkapan anggota KST, konfiskasi senjata ilegal, dan restorasi keamanan di daerah terdampak. Tindakan semacam itu harus diiringi dengan pendekatan holistik yang mencakup aspek keamanan, pembangunan, dan rekonsiliasi sosial.
Selain itu, pendekatan inklusif juga harus diperkuat melalui kerja sama aktif antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, tokoh masyarakat, dan perwakilan suku adat. Dengan memperkuat struktur dialog dan membangun kesepahaman bersama, diharapkan dapat tercipta landasan yang kokoh untuk perdamaian dan rekonsiliasi di Papua.
Tidak hanya TNI-Polri yang bertanggung jawab atas keamanan Papua, melainkan juga seluruh warga Papua sendiri. Mereka diharapkan dapat turut serta dalam menjaga kondusivitas wilayahnya dengan melaporkan segala aktivitas mencurigakan dan mendukung upaya-upaya pemulihan keamanan yang dilakukan oleh aparat keamanan.
Penegakan hukum yang tegas terhadap KST di Papua adalah langkah yang mendesak dan penting untuk memastikan keamanan dan kedamaian bagi masyarakat Papua. Tindakan kriminal yang dilakukan oleh KST telah menimbulkan dampak yang merugikan bagi seluruh warga Papua.
Melalui upaya penegakan hukum yang kuat dan konsisten, pemerintah dapat menunjukkan komitmen dalam melindungi hak asasi manusia, mendorong perdamaian, dan memperkuat keberlanjutan pembangunan di Papua. Ini juga memberikan sinyal jelas kepada pelaku kejahatan bahwa tindakan mereka tidak akan ditoleransi dan akan ditindak dengan tegas sesuai dengan hukum yang berlaku.
*Penulis adalah Mahasiswa UNY asal Papua
Posting Komentar untuk "Tindak Tegas KST Demi Keamanan dan Keberlanjutan Pembangunan Papua"