Mewujudkan Pemilu 2024 Damai Tanpa Politik Identitas
Oleh : Rivka Mayangsari*)
Menjelang kontestasi Pemilu 2024, kehadiran politik identitas diprediksi akan menjadi pemicu perpecahan bangsa. Padahal, Pemilu merupakan pesta demokrasi masyarakat yang seharusnya tidak ada hal negatif yang muncul. Semua pemuka agama agar tidak menyiarkan politik identitas saat khutbah dalam kegiatan keagamaan.
Politisasi identitas adalah upaya memanfaatkan politik identitas untuk kepentingan politik tertentu yang berpotensi menghina, menghasut, dan memecah-belah anak bangsa. Ketua Siberkreasi Donny B.U mengatakan, politik identitas yang menyangkut agama hingga prilaku para kontenstan yang mencalokan diri dalam ajang pesta demokrasi tersebut akan tetap menjadi primadona bagi pembuat hoaks, dengan tujuan untuk mengganggu jalannya Pemilu 2024. Hoaks merupakan cara persuasi yang paling mudah untuk mempengaruhi orang, sebab bisa menggunakan saluran komunikasi sederhana lewat media sosial yang banyak digunakan masyarakat.
Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah turut mengingatkan politik identitas sangat berbahaya jika diterapkan sebab politik ini dapat melahirkan oposisi biner yang memperhadapkan pemerintah dengan masyarakat, atau masyarakat dengan masyarakat lain yang merasa saling berbeda. Politik identitas bisa membelah masyarakat dalam waktu yang lama. Ini terjadi karena politik identitas adalah bagian dari strategi politik itu sendiri yang fokus mencari perbedaan di tengah masyarakat lalu memanfaatkan primordialisme masyarakat untuk menarik simpati politik.
Politik identitas dapat menimbulkan ancaman terhadap demokrasi, karena aspirasi politik yang dikelompokkan ke dalam beberapa kelompok seperti partai politik dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) memiliki identitas tertentu. Jika demokratisasi suatu negara menimbulkan konflik antar kelompok identitas, maka stabilitas negara tersebut akan hancur. Salah satu faktor yang dapat memicu adanya politik identitas yaitu kelompok-Kelompok identitas yang lebih mengedepankan suatu golongan untuk mendapatkan pengaruh politik. Selain itu, faktor lain yang dapat memicu adanya politik identitas dalam demokrasi Indonesia ialah sistem politik dan peranan aktor dalam mengelola politik identitas yang terjadi.
Wawan Mas’udi selaku Pakar Politik Gadjah Mada (UGM) memprediksi bahwa politik identitas masih akan menjadi strategi pada pemilu 2024 yang akan datang. Politik identitas menjadi sangat kritikal melihat pertarungan yang dilakukan melalui dua putaran dan hanya mempertemukan dua calon. Pada Pemilu 2024 isu politik identitas masih akan menghantui. Isu-isu politik identitas ini lahir dari berbagai faktor seperti agama, suku, gender, dan lainnya. Dampak dari politik identitas pada Pemilu 2024 yang akan datang yakni membuat kandidat yang bertarung akan mengabaikan kebijakan juga kualitas jika dalam prosesnya hanya fokus pada pengusungan politik identitas.
Sesungguhnya politik identitas adalah hal yang tidak bisa sepenuhnya dihilangkan dalam demokrasi. Sebab, penjabaran dari identitas politik yang dianut oleh warga negara berkaitan dengan arah politiknya. Politik identitas merupakan konsep dan gerakan politik yang fokus perhatiannya adalah perbedaan (difference) sebagai suatu kategori utama. Seperti pembentukan aliansi politik berdasarkan kesamaan identitas, nilai, atau latar belakang dan menjadi konsekuensi yang tidak bisa dihindarkan dalam demokrasi yang menjamin kebebasan. Akibatnya, hasil dari politik identitas berbahaya bagi stabilitas negara, karena dapat memicu konflik antarumat dan persoalan kenegaraan.
Pancasila sebagai dasar negara memiliki peran penting dalam meredam politik identitas. Nilai-nilai yang terkandung di dalamnya cerminan kehidupan yang menjunjung tinggi ketuhanan, nilai kemanusiaan, kesadaran akan persatuan, berkerakyatan, dan menjunjung tinggi nilai keadilan. Bangsa Indonesia sebagai bangsa yang Pancasilais harus diperkokoh kembali di dalam hati seluruh rakyat Indonesia, sebab Pancasila merupakan dasar negara yang merangkul seluruh perbedaan, dan memfilter isu-isu ras, suku, dan agama, sehingga Pancasila berperan penting dalam meminimalisir politik identitas menjelang Pemilu 2024. Kesadaran politik masyarakat juga perlu ditingkatkan kembali agar isu-isu politik yang diwarnai dengan provokasi dan kebencian tidak terjadi dan menjadikan pemilu 2024 yang demokratis.
Semua aktivis partai politik dari partai apapun seharusnya memaksimalkan Undang-undang No. 2 tahun 2011 tentang partai politik. Dalam undang-undang itu disebutkan bahwa parpol harus melakukan pendidikan politik, menciptakan iklim persatuan dan kesatuan, menyerap dan menyalurkan aspirasi rakyat, mengamalkan Pancasila, serta memelihara keutuhan NKRI.
Kementerian Agama Provinsi Lampung, Puji Raharjo mengatakan agar generasi milenial harus mampu memahami bahaya politik identitas dan mempromosikan perspektif moderasi beragama. Milenial juga harus aktif dalam memperjuangkan nilai-nilai toleransi dan pluralisme serta membangun kesadaran akan pentingnya beragama dengan membawa esensinya, bukan wadah (casing) nya. Generasi milenial harus menjadi agen-agen pemersatu yang terus mempertahankan eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Semua pihak yang terlibat dalam Pemilu seharusnya bisa memberikan pengetahuan terkait politik identitas kepada masyarakat. Harapannya, masyarakat bisa memahami dan bisa diajak untuk menjauhi politik identitas. Politik identitas merupakan ancaman serius pada kebhinekaan Indonesia. Untuk mengantisipasi muncul dan maraknya politik identitas pada Pemilu 2024, segala bentuk aktivitas politik yang menggerus toleransi harus ditindak tegas dan adil. Ini bukan hanya tugas pemerintah, tapi seluruh masyarakat Indonesia.
*) Pemerhati Sosial
Posting Komentar untuk "Mewujudkan Pemilu 2024 Damai Tanpa Politik Identitas"